Logo

Logo

Kamis, 02 November 2017

Tanggapan Saya Mengenai Batak Toba

A.     Sikap dan Keyakinan Saya pada Budaya Batak Toba
Menurut saya dalam menyikapi kebudayaan batak toba adalah saya kurang menyukai pendapat orang lain tentang sikap orang batak yang kasar, sebenarnya tidak semua orang batak kasar. Mungkin karena nada orang batak dalam berbicara yang besar maka semua orang berfikir bahwa orang batak kasar, sebanarnya hanya suaranya saja yang besar tetapi orang batak sebenarnya baik dan penyayang. Selain itu saya menyukai sikap orang batak yang sangat tegas dan bertanggung jawab, karena memang benar adanya orang batak yang saya kenal baik seperti itu.
Keyakinan saya terhadap batak toba adalah saya tidak begitu menyukai agama yang dianut batak toba sejak dulu karena tidak mencerminkan nilai-nilai keagamaan yang ada sekarang ini, tetapi kembali lagi kepada masyarakat batak toba yang sudah mempercayai keyakinan itu sejak dulu kala dan tidak mudah untuk beralih dari keyakinan yang sudah diyakini sejak lama.

B.     Keterampilan yang Harus Dimiliki Konselor Jika Melihat Karakteristik, Watak dan Kepribadian Budaya Batak Toba
Para konselor lintas budaya yang tahu tentang kesamaan humanity harus dapat mengidentifikasi physical sensation dan psychological states yang dialami oleh klien. Konselor lintas budaya hendaknya dapat melakukan tugasnya secara efektif, maka untuk itu konselor perlu memahami bagaimana dirirnya sendiri menyadari world view-nya dan dapat world view klien. Sikap konselor dalam melaksanakan hubungan konseling akan menimbulkan perasaan-perasaan tertentu pada diri klien, dan akan menentukan kualitas dan keefektifan proses konseling. Oleh karena itu, konselor harus menghormati sikap klien, termasuk nilai-nilai agama, kepercayaan, dan sebagainya. Sue, dkk (1992) mengemukakan bahwa konselor dituntut untuk mengembangkan tiga dimensi kemampuan, yaitu:
·         Dimensi keyakinan dan sikap
·         Dimensi pengetahuan
·         Dimensi keterampilan sesuai dengan nilai-nilai yang dimilki individu
Sementara itu, Rao (1992) mengemukakan bahwa jika klien memiliki sifat atau kepercayaan yang salah atau tidak dapat diterima oleh masyarakat dan konselor akan hal tersebut, maka konselor boleh memodifikasi kepercayaan tersebut secara halus, tetapi apabila kepercayaan klien berkaitan dengan dasar filosofi dari kehidupan atau kebudayaan dari suatu masyarakat atau agama klien, maka konselor harus bersikap netral, yaitu tidak mempengaruhi kepercayaan klien tetapi membantunya untuk memahami nilai-nilai pribadinya dan nilai-nilai kebudayaan tersebut.
1.      Keyakinan
Konselor harus yakin bahwa klien membicarakan martabat persamaan (hak) dan kepribadiannya. Konselor percaya atas kata dan nilai-nilai klien. Di samping itu juga yakin bahwa klien membutuhkan kebebasan dan memiliki kekuatan serta kemampuan untuk mencapai tujuan.
2.      Nilai-nilai
Konselor harus bersikap netral terhadap nilai-nilai terhadap nilai-nilainya. Konselor tidak menggunakan standar moral dan sosial berdasarkan nilai-nilainya. Dalam hal ini konselor harus memiliki keyakinan penuh akan nilai-nilainya dan tidak mencampurkan nilai-nilainya dengan nilai-nilai klien.
3.      Kemampuan berempati.
Dapat merasakan dan menggambarkan pikiran dan perasaan klien. Empati ini dapat dirasakan oleh kedua belah pihak, baik oleh konselor maupun oleh klien.
4.      Kemampuan menerima klien.
Dasar dari kemampuan ini adalah penghargaan dan penerimaan konselor terhadap klien dengan menunjukkan pada klien bahwa klien dihargai sebagai pribadi dengan suasan yang menyenangkan. Penerimaan tersebut bersifat wajar tanpa dibuat-buat oleh konselor. Dua unsur yang perlu diingat dalam menerima klien, yaitu : konselor berkehendak untuk membiarkan adanya perbedaan antara konselor dan klien, dan yang kedua konselor menyadari bahwa pengalaman yang akan dilalui klien akan penuh dengan perjuangan, pembinaan dan perasaan.
5.      Kemampuan untuk menghargai klien.
Seorang konselor harus meghargai pribadi klien tanpa syarat apa pun. Apabila rasa penghargaan dirasakan klien, maka ia akan berani  mengemukakan segala masalahnya sehingga timbul keinginan bahwa  dirinya berharga untuk mengmbil keputusan bagi dirinya sendiri.
6.      Kemampuan memperhatikan.
Kemampuan memperhatikan ini memerlukan ketermpilan dalam mendengar dan mengamati untuk dapat mengetahui dan mengerti inti dari   isi dan suasana perasaan bagaimana yang diungkapkan klien baik dalam kata-kata maupun isyarat.
7.      Kemampuan membina keakraban.
Keakraban ini akan tumbuh terus-menerus dan terbina dengan baik  apabila konselor menciptakan dan mengembangkan hubungan konseing yang hangat dan benar-benar menaruh perhatian dan menerima klien   dengan positif tanpa paksaan sehingga hubungan yang nyaman dan serasi antara konselor dangan klien dapat terbina.

8.      Sifat keaslian (genuine).
Seorang konselor konseling berpusat pada person harus mamperlihatkan sikap aslinya dan tidak berpura-pura karena kepura - puraanya justru membuat klien menutup diri.
9.      Pemahaman
Konselor memahami klien secara jelas. Dalam hal ini ada empat tingkatan pemahaman, yaitu (1) pengetahuan tentang tingkah laku, kepribadian, dan minat-minat individu, (2) memahami kemampuan intelektual dan kemampuan verbal individu, (3) pengetahuan mengenai dunia internal individu, dan (4) pemahaman diri yang meliputi keseluruhan tingkatan tersebut.
10.  Sikap terbuka.
Konseling berpusat pada klien mengharapkan adanya keterbukaan klien untuk mengemukakan segala masalahnya maupun untuk menerima pengalaman-pegalaman. Keterbukaan ini akan terwujud apabila ada keterbukaan dari koselor.

C.     Ceritakan Karakteristik, Watak dan Kepribadian Kalian yang Dipengaruhi oleh Budaya Batak Toba
Karakteristik, Watak dan Kepribadian Budaya Batak Toba
1)       Kejujuran nomer satu.
2)       Adatnya kuat (dikarenakan faktor keluarga).
3)       Keras (bukan berarti suara dan hatinya juga keras).
4)       Susah melupakan kesalahan orang lain.
5)       Tidak sabaran (walau kadang suka ditutup-tutupi).
6)       Paling tidak suka yang namanya menunggu.
7)       Kebanyakan setia sama satu pasangan. 1 Hati Untuk 1 Cinta.
8)       Mandiri tidak suka terlalu tergantung sama orang lain, baik keluarga ataupun teman dan pacar.
9)       Harga dirinya tinggi.
Menurut saya karakteristik, watak dan kepribadian budaya batak diatas sangat mempengaruhi saya. Karena orang tua saya juga mengajarkan kejujuran dari kecil, walau kadang saya suka berbohong. Lalu orang tua saya juga suka mengajarkan saya tentang adat istiadat budaya batak toba, dari situ saya sangat suka bila mendengar orang tua saya sedang berbicara dengan bahasa batak dan membicarakan seputar batak toba.
Saya orang yang sangat keras karena kebiasaan dari keluarga yang seperti itu, saya orang yang egois, tidak mau mengalah karna saya adalah anak bungsu dikeluarga saya, jadi saya terbiasa untuk mendapatkan apa yang saya mau. Tetapi saat saya umur 12tahun saya memiliki adik, sejak itu saya tidak terlalu dimanjakan oleh orang tua saya, tapi saya tetap manja kepada kakak-kakak saya dan mama saya. Dirumah kami biasa menggunakan suara besar karna bapa saya orang yang mudah emosian, jadi kalau ada yang sedang dipanggil tidak mendengar bapa saya akan teriak untuk memanggilnya dengan nada yang lebih tinggi.
Saya orang yang suka memendam dan susah untuk melupakan kesalahan orang lain terhadap saya apalagi kesalahannya fatal bagi saya. Saya orang yang cukup sabar jika menunggu seseorang yang janjian dengan saya di suatu tempat, tapi saya tidak sabaran jika menunggu orang yang sedang belanja. Saya tidak terlalu mandiri, karna dari kecil saya selalu dimanja dan tidak terbiasa untuk tinggal jauh dari orang tua. Ketika jauh dari orang tua saya, saya akan merasa sedih dan bersikap semau saya. Saya memiliki harga diri yang tinggi dan tidak mau kalah dengan orang lain dalam segala hal, walau kadang saya sering iri hati dengan orang lain. Walaupun saya tau salah karna memiliki rasa iri hati itu dilarang oleh Tuhan, agama dan orangtua saya. Tetapi bagaimana pun saya tetap seorang manusia biasa yang memiliki kekurangan dan tidak sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar